Beban Moral setelahMendirikan NKRI
- Sunu Probo Baskoro
- 3 Apr 2023
- 8 menit membaca

Oleh : Ahmad Murjoko
Wakil Ketua Umum DPP Partai Masyumi
----------
Menjelang 3 April 2023 kita semua terkenang pada suatu peristiwa heroik 73 tahun lalu. Pada saat itu sosok Mohammad Natsir di Parlemen Republik
Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 3 April 1950 mengajukan mosi integral.
Mosi Integral tersebut adalah bukan mosi tidak percaya pada pemerintah tapi justeru mosi untuk menyelamatkan NKRI dari perpecahan. Karena dengan mosi integral tersebut maka terselamatkanlah Proklamasi 17-8-1945 Kemerdekaan Republik Indonesia dari cengkeraman Belanda yang ingin menjajah kembali dengan mendirikan negara boneka atau Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Atas dasar tersebut di atas maka banyak pengamat menyebut Mosi Integral Natsir sebagai proklamasi mke dua setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Menurut pendapat B.J. Habibie bahwa Mohammad Natsir sebagai pencetus Mosi Integral adalah orang besar dan merupakan pemimpin pejuang dan pejuang pemimpin yang tidak kenal lelah berjuang demi bangsanya.
Beliau dikenal memiliki kepribadian yang lembut, gigih, Istiqomah sepanjang perjuangannya. Diantara adalah sumbangannya yang paling penting bagi bangsa dan negara adalah keberanian nya mengajukan Mosi Integral guna menyatukan kembali bangunan Indonesia menjadi NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun keberhasilan P Natsir mengembalikan Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI) melalui Mosi Integral Natsir tersebut Tidaklah membuat kita para penerus nya menjadi mabok kepayang atau lupa diri.
Hal ini karena persoalan pilihan susunan negara itu jangan di pandang dari sudut pendekatan kental idiologis. Tapi pada persoalan taktis semata untuk mengalahkan politik pecah belah "Devide et Empera" Belanda. Apalagi dalam sejarahnya Partai politik Islam Indonesia Masyumi juga lebih condong pada konsep Negara federal. Bukan negara federal dalam konsepnya Van mook yakni negara boneka Belanda. Namun negara konfederasi dalam pengertian negara modern sekarang ini.
Dan itulah sebabnya mengapa pula p Natsir juga tidak menawarkan pilihan susunan negaranya menjadi Negara Islam Indonesia (NII). Padahal sebelumnya pernah menawarkan Islam sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Apalagi dalam angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya Partai Masyumi bertujuan terlaksananya ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan orang seorang, masyarakat dan negara menuju keridhaan Ilahi. Atau juga kenapa p Natsir tidak menawarkan konsep negara federal seperti yang dikehendaki oleh partainya sendiri yakni Partai Masyumi ?
Mengapa Negara Kesatuan ?
Secara singkat dapat dijelaskan apa sebabnya mengapa Natsir mengajukan pilihan susunan negara kesatuan. Walaupun sebelumnya delegasi pemerintah Republik Indonesia pada perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) menerima menjadi negara Serikat. Namun tujuannya adalah agar mendapatkan pengakuan internasional lebih banyak lagi. Dan terbukti langkah taktis nya sangat efektif karena setelah itu Indonesia mendapat banyak pengakuan dari negara lain. Dimana saat setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Republik Indonesia hanya diakui oleh beberapa negara saja. Namun setelah menerima perjanjian KMB tersebut pengakuan dunia internasional semakin banyak lagi. Dan bahkan menjadi anggota PBB yang ke 60.
Beberapa hal yang menurut hemat penulis menjadi sebab mengapa beliau menawarkan negara kesatuan adalah sebagai berikut :
1. Secara historis, bahwa susunan negara Republik Indonesia yang pertama kali diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan.
Bahwa berkaitan Republik Indonesia pernah menjadi Negera Serikat hal ini dikarenakan terikat pada perjanjian KMB yang direkayasa oleh Belanda dalam politik pecah belah "Devide Et Empera" nya. Di samping itu bahwa persyaratan menjadi negara federal adalah terbentuk berdasarkan beberapa negara merdeka yang sudah mendapatkan pengakuan internasional kemudian menyatakan bergabung menjadi satu sebagai negara federal. Tetapi tidak ada negara kesatuan menjadi negara federalistis dengan membentuk negara-negara bagian terlebih dahulu. Dan itulah yang direkayasa oleh Gubernur Hindia Belanda Van Mook.
2. Pertimbangan logis bahwa pilihan negara kesatuan dengan desentralisasi teritorial dan otonomi
yang diperluas sesuai dengan asas kerakyatan daripada negara federal tersebut. Namun itu juga tergantung pada praktek pemberian otonominya tersebut seperti apa di lapangan ?
3. Pertimbangan efisiensi dari segi personalia aparatur pemerintah dg biaya operasionalnya.
4. Sebagai negara yang baru berdiri perlu nya semangat persatuan dan kesatuan warga anak bangsa.
5. Mencegah gerakan separatis dan gerakan bersenjata liar lainnya terjadi dimana-mana serta untuk menyelamatkan proklamasi kemerdekaan 1945.
6. Melanjutkan program kabinet sebelumnya yakni Kabinet RIS, Kabinet RI dan Kabinet Halim untuk mendirikan negara kesatuan.
Dan apalagi setelah berhasil menjadi NKRI maka kewajiban berikutnya adalah bagaimana kita memanfaatkan susunan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesian (NKRI) tersebut dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan Partai Masyumi ? Yakni terlaksananya ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan orang seorang menuju keridhaan Ilahi.
Artinya banyak pekerjaan rumah berikutnya yang harus dilakukan setelah menjadi NKRI.
Karena selama kurang lebih 73 tahun menjadi negara kesatuan ternyata banyak terjadi praktek politik hubungan pusat dan daerah yang tidak harmonis. Walaupun sudah ada otonomi daerah yang diperluas sekalipun. Karena selama menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ternyata pemerintah pusat lebih kental menerapkan kepemimpinan yang bercirikan otoriter dan sentralistik. Hal itu berarti kita telah gagal mengawal NKRI karena hanya melahirkan kepemimpinan yang otoriter.
Indikasi kepemimpinan otoriter di Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang ini bercirikan :
1. Bureaucratic Militery Complex, peranan militer dan polisi sudah melimpah di berbagai bidang, terutama bidang politik dan birokrasi.
Jabatan-jabatan sejak orde baru dari Bupati sampai Gubernur dan sel-sel Birokrasi penting telah diisi oleh militer. Apalagi setelah pemilihan kepala daerah (Pilkada) maka pejabat militer semakin banyak lagi. Ditambah sekarang dengan pemberlakuan UU Pemilu serentak maka diangkatlah PLT Bupati dan Gubernur atas persetujuan presiden. Dan disitulah peluang besar militer dan polisi dapat menempati posisi kepala daerah tersebut lebih banyak lagi. Walaupun terdapat juga PLT yang diangkat dari kalangan pejabat karir sipil. Tetapi tetap saja itu semua adalah hasil penunjukan bukan pemilihan kepala daerah yang selama ini menjadi cita-cita menjadi Negera demokratis terbesar dunia.
2. State Capitalism, yang berarti bahwa kekuasaan negara di bidang ekonomi adalah besar, Namun kendati sumber-sumber kekayaan nasional dikuasai negara, tetapi arah pengelolaan perekonomian Indonesia telah banyak menyimpang dari semangat pasal 33 UUD 45. Di samping itu sektor swasta sangat kentara dimonopoli oleh pemilik modal kuat dan elit politik sebagai pelindungnya.
3. Full Grown Secularism, terjadi upaya sekulerisasi maksimal yang dilakukan oleh pemerintah pusat terutama saat pemberlakuan UU no 3 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR dan UU no 8 tentang Keormasan pada tahun 1985. Dimana semua ormas, termasuk Golkar harus berasaskan pada Pancasila tanpa terkecuali. Walaupun pada akhirnya menjelang reformasi 1999 UU Keormasan tersebut tersebut di cabut dan tidak ada pelarangan penggunaan asas lain di luar Pancasila.
4. Totalitarianisme, dimana para penguasa tidak saja mengontrol,o mengerahkan dan membina salah satu dimensi kehidupan rakyat yakni kehidupan politiknya, akan tetapi juga mengawasi dan mengarahkan dan membina hampir seluruh dimensi kehidupan ormas tersebut
5. Islam Phobia yang diskrimintatif, dimana dalam bidang agama di tingkat masa rakyat dan jabat-jabatan strategis di berbagai departemen dan pemerrintah daerah terasa didominasi oleh golongan minoritas tertentu yang mengganggu rasa keadilan masyarakat luas
6.Usaha Deislamisasi, dimana terdapat kekuatan-kekuatan Islamphobia yang bertujuan melumpuhkan kekuatan Islam dengan berbagai cara antara lain intensifikasi pelaksanaan pola pengucilan golongan umat yang berpikir independen, mendorong kecenderungan dalam masyarakat ke arah nativisme yang serba akomodatif dan memukul kekuatan ekonomi umat atau setidak-tidaknya mendorong proses gulung tikar nya kekuatan golongan ekonomi lemah.
7. Security Aproach, dimana pendekatan keamanan terasa sangat menonjol, sehingga rasa tanggungjawab dan partisipasi masyarakat menjadi terhambat.
Oleh karena itu, hal-hal tersebut di atas yang diduga kuat dapat membuat munculnya semangat federalisme kembali di daerah-daerah. Setidaknya mempertanyakan kegagalan susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tertera dalam pembukaan UUD 45 khususnya pada alinea ke 4 sebagai berikut : Pertama, Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Kedua, Memajukan kesejahteraan umum. Ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa dan keempa yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Susunan negara dalam pandang Partai Masyumi
Beberapa catatan penting tentang pandangan Partai Masyumi tentang susunan negara apakah cenderung terhadap negara kesatuan atau negara federal dapat dilihat di bawah ini :
1. Penolakan resmi terhadap perjanjian Linggarjati dimana isi perjanjian Linggarjati tersebut mengarah pada pembentukan negara federal. Walaupun sesungguhnya sikap resmi partai tersebut banyak yang bertentangan dengan beberapa tokoh Masyumi yang berada dalam pemerintahan. Namun pada akhirnya Masyumi mengakui mendiamkan perjanjian Linggarjati tersebut dan mendukung Kabinet Amir Syarifudin yang melanjutkan kabinet sebelumnya.
2. Menolak perjanjian Renvile Renvile dalam masa pemerintahan Kabinet Amir Sjarifuddin dengan cara menarik semua keanggotaan kabinet yang berasal dari Partai Masyumi. Hal ini karena Amir Syarifudin dianggap selalu mengalah pada Belanda dan luas wilayah Republik Indonesia semakin sempit tidak lagi terdiri dari wilayah Jawa, Sumatera dan Madura. Namun hanya sebagian. Wilayah Jawa, Sumatera dan Madura. Penolakan atas perjanjian tersebut berarti Masyumi menolak negara federalisme boneka Belanda
3. Dengan melihat program perjuangan Partai Masyumi ke VI pada tanggal 29 Agustus 1952 dan hasil Muktamar Partai Masyumi ke VII ada kecenderungan pilihan susunan negara menurut Partai Masyumi adalah menganut susunan negara federal. Hal ini salah satunya karena partai Masyumi menginginkan adanya Senat dalam Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Dan alasan yang lebih mendorong pilihan susunan negara menurut Partai Masyumi adalah federalisme. Hal ini karena praktek penyelenggaraan sebagai negara kesatuan ternyata mengalami banyak penyimpangan terutama penyelengara pemerintahan nya yang bersifat otoriter dan sentralistik seperti tersebut di atas.
Mengapa Tidak mengajukan Negara Islam Indonesi (NII)
Beberapa alasan yang diduga menjadi sebab kenapa tidak mengajukan pilihan menjadi Negara Islam Indonesia (NII) sebagai alternatif pengganti Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah sebagai berikut :
1. Forum pada saat menyampaikan mosi integral tersebut adalah sidang Pleno DPR RIS. Dimana DPR RIS adalah merupakan hasil penunjukan Presiden Soekarno alias bukan hasil dari pemilihan umum. Dengan demikian maka akan menjadi persoalan dikemudian hari karena forum tersebut tidak legitimif menjadi penentu keputusan besar tersebut. Di samping itu konstitusi RIS juga masih bersifat sementara dan merupakan produk para ahli sarjana hukum dan bukan sebagai hasil keputusan DPR hasil Pemilu.
2. Tidak ada gambaran kongkrit yang dapat dijadikan model percontohan tentang bentuk negara Islam di dunia saat itu.
3. Pilihan pada susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hanya lah bersifat taktis semata sehingga tidak bertentangan dengan politik Islam.
4. Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa menjadi modal awal sebagai dasar untuk menyusun masyarakat dan negara sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Partai Masyumi.
5. Masyarakat yang tidak siap menerima konsep NII. Hal ini terbukti pada saat pencarian dasar negara di awal kemerdekaan. Ternyata Islam secara bulat menjadi konsensus nasional semua anak bangsa untuk ditetapkan sebagai Dasar Negara yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Namun posisinya memang tidaklah kuat dan bahkan bisa "digagalkan" keesokan harinya hanya gara2 "isyu" Indonesia Timur akan keluar dari NKRI jika tetap diberlakukan Piagam Jakarta tersebut. Karena Piagam Jakarta tersebut memberlakukan Syariat Islam walau hanya untuk umat Islam saja. Dan bukti berikutnya pada pemilu 1955 Partai Masyumi dan gabungan Partai Islam juga tidak mendapatkan suara mayoritas.
6. Tidak melihat susunan negara dalam pandangan idiologis tapi lebih pada pendekatan taktis mengalahkan politik pecah belah "devide et empera" Belanda. Artinya bahwa pilihan susunan dasar negara adalah pendekatan alternatif dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia. Oleh karenanya jika satu pendekatan pilihan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesi ternyata gagal mewujudkan cita-cita tersebut. Maka pilihan menjadi negara federalis bisa menjadi alternatif berikutnya.
NKRI mendatang
Bagaimana dengan susunan NKRI mendatang ? Pada pembahasan amandemen UUD terakhir mensyaratkan merubah susunan negara sudah diperberat. Namun sangat tergantung dengan dinamika politik yang berkembang mendepan ? Terutama jika kepemimpinan presidennya itu bersifay otoriter maka akan muncul kembali semangat federalisme di daerah-daerah.
Partai Masyumi sebagai pelanjut cita-cita M. Natsir yang telah berhasil menyelamatkan NKRI. Juga bukan lantas merasa berbangga diri. Namun justeru malah menjadi beban moral dan tanggungjawab mendatang. Apalagi sedari awal Partai Masyumi lebih cenderung pada susunan negara federalis karena luasnya wilayah dan di batasi oleh luasnya samudera. Maka jika masih menerapkan negara kesatuan akan berbiaya tinggi, dan tidak efisien dalam manajemen pemerintahan.
Begitu juga jika kita ingin mewujudkan tujuan partai Masyumi yakni terlaksananya ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan orang, masyarakat dan negara menuju keridhaan ilahi. Mungkin bisa saja terjadi terlaksana secara nasional menjadi kebijakan.
Namun sebaliknya jika menjadi negara federal boleh jadi akan banyak versi penegakan syariat Islam yang berbeda2 di masing2 negara bagian. Sesuai dengan pemahaman mayoritas dan dinamika yang berkembang di negara bagian tersebut. Sehingga pada akhirnya Partai Masyumi akan mengalami kesulitan mengontrol pelaksanaan syariat Islam tersebut.
Walau jalan tengahnya memang sudah ada UU Otonomi daerah yang diperluas. Namun ketat nya "cengkeraman" pemerintah pusat. Maka Otonomi Daerah tersebut menjadi tidak ada manfaatnya.
Maka kata kuncinya adalah presiden nya itu warnanya apa ? Kalau warnanya Islam maka kelemahan dari negara unitaris masih bisa tertutupi. Tapi kalau warnanya masih merah darah komunis dan sekuleris. Maka negara kesatuan menjadi berbahaya buat umat Islam secara nasional. Karena boleh jadi Presiden akan seenak udelnya dewek membuat kebijakan yang anti Islam sekalipun. Ditambah DPR nya juga sudah dikuasai pula. Maka semakin lengkaplah penderitaan umat Islam jika presidennya sekuler dalam negara kesatuan.
Namun sebaliknya jika lau menjadi negara federal sementara presidennya "setan" sekalipun. Maka mereka tidak akan bisa mengacak-acak umat Islam secara Nasional.
Kata kuncinya adalah agar merebut semua posisi penting terutama posisi presiden sampai dengan kepala desa agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Bagaimana rencana tindak Lanjut setelah MOSI INTEGRAL NATSIR ke depan ?
Bogor, 29 Maret 2023
Ahmad Murjoko,
Penulis Buku Mosi Integral Natsir 1950 dan Dosen Ilmu Politik Islam STID M. NATSIR dan STAI HAS CIKARANG
Comments